Jemeugan - Anda pecinta kuliner beber goreng, khususnya bebek goreng Haji Slamet? Warung bebek goreng bertebaran di mana-mana. Tetapi, yang satu ini
pantas diperhitungkan dari segi kebersihan, rasa, layanan, dan cara
pengolahan. Selebihnya adalah kelengkapan. Sambal korek diulek di atas
cobek dan hanya terdiri atas cabai rawit, garam, bawang, kemudian
disiram minyak bekas gorengan.
Warung pertama berdiri di pinggir jalan Solo-Yogya. Akibat terkena
pelebaran jalan, sejak tahun 1992 warung pindah 100 meter ke dalam,
menempati halaman rumah pribadi. Meski demikian, jumlah pelanggan tak
surut, mereka justru merasa aman karena tidak takut tersambar bus besar
di jalan raya Solo-Yogya.
Itulah warung bebek goreng H Slamet di Sedahromo Lor RT 01 RW 07,
Kartasuro, Sukoharjo, Jawa Tengah. Meski masuk Kabupaten Sukoharjo,
warung Slamet gampang dicari dan dijangkau karena berlokasi tak jauh
dari jalan raya Solo-Yogya. Dari pusat Kota Solo hanya berjarak sekitar 9
kilometer.
Mengingat sambal korek menjadi andalan yang sudah diakui banyak pihak,
Slamet ”berani” menuliskannya di kardus pembungkus dengan huruf
gede-gede. Bunyinya ”Bismillahir Rahmanir Rahim, Bebek Goreng, Spesial
Sambal Korek, Lezat, Dijamin Halal, H Slamet (Asli)”. Untuk sambal
korek, Slamet sehari membutuhkan 20 kilogram cabai rawit.
Jika di kardus pembungkus baru tercantum tiga cabang, di kartu nama yang
dibuat belakangan sudah tercantum enam cabang. ”Kini bebek goreng
serasa Sedahromo juga ada di Jakarta, Bekasi, Yogyakarta, Semarang,
Gresik, dan Bogor,” tutur pemilik warung bebek goreng H Slamet yang
bernama lengkap Haji Slamet Raharjo (59), warga Solo asli.
Slamet hanya memakai bebek jenis super yang sudah empat kali bertelur
dalam rentang selama sekitar dua tahun. Di kalangan peternak, bebek
demikian termasuk apkiran. Slamet justru menghindari bebek muda karena
dagingnya mudah hancur saat direbus. Bahan baku disetor pemasok dua hari
sekali, biasanya dari luar kota Solo.
Slamet mengatakan, cabang-cabang itu bukan bersistem waralaba (franchise), melainkan ”menunjang kerja sama”.
”Kalau franchise perhitungannya terlalu jelimet,” tutur bapak tujuh anak
dan kakek enam cucu ini. Dari tujuh anak, lima di antaranya memegang
satu cabang, kecuali anak nomor lima yang memilih menjadi guru sekolah
dasar, dan anak bungsu masih kuliah.
Menurut Slamet, dia membimbing pihak yang bekerja sama dengannya selama
tiga bulan yang dapat diperpanjang bila pihak kedua merasa belum mampu
mandiri. Sebegitu jauh Slamet tak bersedia merinci syarat kerja sama.
”Lebih baik mengenal lebih dulu usaha bebek goreng yang gampang-gampang
sulit. Jangan grusa-grusu (tergesa-gesa). Saya terbuka, kok...,” ujar
Slamet
Di lingkungan kota Kecamatan Kartasuro ditemukan banyak warung sejenis.
Karena itulah, Slamet perlu mencantumkan kata ”Asli” di kardus
pembungkus serta papan nama penunjuk
”Berbagai warung bebek goreng mengaku dari sini. Padahal, tak ada
hubungannya sama sekali. Karena itulah, saya terpaksa menyebutkan H
Slamet (Asli),” tutur Slamet yang warungnya berdiri sejak tahun 1986.